Apa itu Bangunan yang "Sustainable"?
Bangunan sustainable harus mencerminkan ekspresi yang lebih dalam dari pengalaman bangunan yang menarik dan berkesan yang mewujudkan konteks khusus iklim bangunan, aspirasi yang sustainable dari klien, dan pesan sensorik yang meningkatkan kesejahteraan penghuninya.
Dalam bidang desain dan arsitektur, saat ini mulai mengenal istilah baru yang disebut green design. Green design itu sendiri bukan merupakan suatu istilah yang mengacu pada suatu bentuk atau ekspresi dari gaya atau style tertentu. Tetapi lebih kepada prinsip–prinsip dasar yang dipakai dalam konsep untuk menciptakan atau merancang sebuah bangunan yang ramah lingkungan atau bangunan yang ekologis berarti membangun dengan pendekatan yang holistic (hubungan dengan keseluruhan sebagai sebuah kesatuan lebih daripada sekedar kumpulan bagian).
Bangunan sustainable dalam proses pembangunan ialah diarahkan pada semua fase proses pembangunan, fase kehidupan pekerjaan infrastruktur. Dari perencanaan awal (studi rute / laporan dampak lingkungan) hingga pembangunan, penggunaan dan pembongkaran serta penggunaan kembali material.
Sustainable atau tidaknya dapat dikatakan telah tercapai apabila peluang untuk mencegah pencemaran, habisnya sumber daya dan serangan terhadap bentang alam pada semua fase tersebut telah dimanfaatkan secara optimal. Dengan itu keseimbangan tercapai antara fungsi, lingkungan, alam dan lanskap, kesejahteraan dan ekonomi. Setiap fase dalam proses pembangunan adalah persiapan untuk tahap selanjutnya.
Pilihan yang dibuat di fase sebelumnya memiliki pengaruh pada efek lingkungan di fase selanjutnya.
Nah, pada tahap konstruksi, pembangunan akan mengkonsumsi material dan jumlah energi yang relatif besar. Material yang digunakan berasal dari pengerukan sumber daya alam dan produk manufaktur yang menghasilkan limbah lingkungan. Pengadaan material mambutuhkan jasa pengiriman untuk sampai ke lokasi proyek, sehingga membutukan jasa pengiriman untuk sampai ke lokasi proyek, sehingga terjadinya peningkatan jumlah karbon yang dikeluarkan dari kendaraan. Selain itu, pada tahap konstruksi, kebutuhan energi listrik dan air juga dibutuhkan. Meski tidak sebanyak pada masa pengoperasian.
Tujuan utamanya ialah dapat berkelanjutannya bangunan tersebut dan berfungsi dengan baik seiring zaman, dan konsisten dengan konsepnya.
Jakarta baru-baru ini menerapkan sejumlah upaya untuk meningkatkan jumlah bangunan hijau di Indonesia, diantaranya dengan diberlakukannya kebijakan mengurangi penggunaan air dan konsumsi energi serta pengurangan jumlah emisi karbon hingga 30% pada tahun 2030 mendatang.
Kegiatan Distinguished Sustainability Lecture Series ini menghadirkan lebih dari 100 kontraktor professional minggu ini di Jakarta. Tidak hanya di Jakarta, kegiatan ini juga telah diikuti hampir 4.000 kontraktor professional dalam 32 kali penyelenggaraannya di 16 negara.